Oleh M Chozin
Pagi ini (Rabu, 3/7/08) bertepatan dengan hari libur Isra' Mi'raj, kegiatan pertama Art Gish adalah wawancara dengan sebuah stasiun televisi TV-One. Berhubung acaranya akan ditayangkan secara live pada jam 7 pagi, kami sengaja datang jau lebih pagi. Selesai sholat shubuh, kami berangkat dari rumah Mas Putut di bilangan Cinere, Jakarta Selatan, menuju studio TV-One di gedung Nusantara, yang terletak di jalan Thamrin, Jakarta Pusat. Kebetulan hari ini hari libur sehingga suasana jalan di Jakarta lengang tanpa ada kemacetan sebagaimana hari-hari biasanya.
Sampai di studio TV-One, nampak sudah menunggu Pak Azumardy Azra dan Pak Kyai Hazim Muzadi (ketua PB NU) yang akan mengisi acara dialog sebelum Art. Sambil menunggu persiapan acara, Art menyempatkan memperkenalkan diri dan ngobrol dengan mereka.
Tepat jam 7, acara bedah buku 'Hebron Jurnal" dimulai dengan di moderatori oleh dua orang presenter utama TV-One. Dalam acara dialog yang dikemas dalam rangkaian acara khas milis TV-One, Selama Pagi Indonesia tersebut, penampilan Art dan Mas Putut nampak excellent. Justru dua orang moderator dari TV-One lah yang nampak tegang dan kurang nyaman dalam membawakan acara. Analisis kami, hal itu disebabkan karena keterbatasan peguasaan bahasa Inggris kedua moderator. Analisis ini juga diperkuat oleh komentar dari salah satu teman kami, Unie, yang sempat menonton acara dari rumahnya.
Selesai acara, kami langsung menuju ke MP Bookpoint, markas Mizan yang juga sekaligus sebagai markasnya besarnya Mas Putut. Dalam perjalan pulang, Art Gish masih bingung dengan bagaimana cara membelanjakan uang Rp. 300.000, honor dari tampil di TV-One. Setelah rembugan dengan Saya dan Mas Putut, akhirnya Art berencana memberikan uang tersebut kepada Pak Sopir yang selama ini mengantar perjalanan kami. Sssst,...sampai saat ini, Pak Sopir belum tahu kalau akan mendapatkan uang honor milik Art tersebut. Lha,... soalnya kami mendiskusikan rencana tersebut dalam bahasa Inggris.
Ah, ...jadi ingat cerita-cerita waktu aku di pesantren dulu mengenai seorang Kyai Sufi yang diundang ceramah di suatu desa. Kyai tersebut tidak pernah menyimpan uang honor ceramahnya untuk dirinya sendiri. Suatu hari, selesai ceramah, penyelenggara pengajian memberikan amplop ke Pak Kyai sambil bilang, "Ini buat naik becak!". Dalam perjalanan pulang, ternyata uang tersebut semuanya diberikan kepada sang tukang becak yang mengantar pak Kyai.
Nah, kira-kira begitulah apa yang dilakukan Art Gish sekarang, beliau sedang bingung dengan honor hasil wawancara di TV-One. Berhubung Art diantar dengan mobil, maka bukan tukang becak yang akan beruntung, tapi pak Sopir yang dapat pulung mengantar Art. Lha soalnya, di kwitansinya tertulis "untuk biaya transport".Opo tumon...?
Pagi ini (Rabu, 3/7/08) bertepatan dengan hari libur Isra' Mi'raj, kegiatan pertama Art Gish adalah wawancara dengan sebuah stasiun televisi TV-One. Berhubung acaranya akan ditayangkan secara live pada jam 7 pagi, kami sengaja datang jau lebih pagi. Selesai sholat shubuh, kami berangkat dari rumah Mas Putut di bilangan Cinere, Jakarta Selatan, menuju studio TV-One di gedung Nusantara, yang terletak di jalan Thamrin, Jakarta Pusat. Kebetulan hari ini hari libur sehingga suasana jalan di Jakarta lengang tanpa ada kemacetan sebagaimana hari-hari biasanya.
Sampai di studio TV-One, nampak sudah menunggu Pak Azumardy Azra dan Pak Kyai Hazim Muzadi (ketua PB NU) yang akan mengisi acara dialog sebelum Art. Sambil menunggu persiapan acara, Art menyempatkan memperkenalkan diri dan ngobrol dengan mereka.
Tepat jam 7, acara bedah buku 'Hebron Jurnal" dimulai dengan di moderatori oleh dua orang presenter utama TV-One. Dalam acara dialog yang dikemas dalam rangkaian acara khas milis TV-One, Selama Pagi Indonesia tersebut, penampilan Art dan Mas Putut nampak excellent. Justru dua orang moderator dari TV-One lah yang nampak tegang dan kurang nyaman dalam membawakan acara. Analisis kami, hal itu disebabkan karena keterbatasan peguasaan bahasa Inggris kedua moderator. Analisis ini juga diperkuat oleh komentar dari salah satu teman kami, Unie, yang sempat menonton acara dari rumahnya.
Selesai acara, kami langsung menuju ke MP Bookpoint, markas Mizan yang juga sekaligus sebagai markasnya besarnya Mas Putut. Dalam perjalan pulang, Art Gish masih bingung dengan bagaimana cara membelanjakan uang Rp. 300.000, honor dari tampil di TV-One. Setelah rembugan dengan Saya dan Mas Putut, akhirnya Art berencana memberikan uang tersebut kepada Pak Sopir yang selama ini mengantar perjalanan kami. Sssst,...sampai saat ini, Pak Sopir belum tahu kalau akan mendapatkan uang honor milik Art tersebut. Lha,... soalnya kami mendiskusikan rencana tersebut dalam bahasa Inggris.
Ah, ...jadi ingat cerita-cerita waktu aku di pesantren dulu mengenai seorang Kyai Sufi yang diundang ceramah di suatu desa. Kyai tersebut tidak pernah menyimpan uang honor ceramahnya untuk dirinya sendiri. Suatu hari, selesai ceramah, penyelenggara pengajian memberikan amplop ke Pak Kyai sambil bilang, "Ini buat naik becak!". Dalam perjalanan pulang, ternyata uang tersebut semuanya diberikan kepada sang tukang becak yang mengantar pak Kyai.
Nah, kira-kira begitulah apa yang dilakukan Art Gish sekarang, beliau sedang bingung dengan honor hasil wawancara di TV-One. Berhubung Art diantar dengan mobil, maka bukan tukang becak yang akan beruntung, tapi pak Sopir yang dapat pulung mengantar Art. Lha soalnya, di kwitansinya tertulis "untuk biaya transport".Opo tumon...?
No comments:
Post a Comment