Two Tales of Trilogy
Oleh "Winie" Pratiwi
foto by Cuong Nguyen
Bukan sulap, bukan sihir. The 1st SEA Night Market 2008 memiliki arti tersendiri bagi Saman Troop Dance 2008-ers – a red carpet for a debut performance. Dengan intensitas latihan seminggu sekali pada awal Maret 2008 dan kemudian meningkat menjadi 3 kali seminggu mulai awal April 2008 mampu menghadirkan hari-hari penuh cucuran keringat dan tak lupa pula sedikit kram di sana sini. It was all paid off! Tim Saman 2008 berhasil tampil mempesona pada SEA Night Market – sebuah event perdana yang diselenggarakan oleh Southeast Asian Students Association (SEASA), Ohio University. First time event for the first time showcase, Yes, there’s always the first for everything Nampaknya ungkapan tersebut sangat tepat menggambarkan betapa hari Sabtu, tanggal 19 April 2008 merupakan malam pertama dengan kesan pertama yang begitu menggoda, selanjutnya terlalu menggoda untuk tidak diungkapkan dengan sepatah dua patah kata.
The First Trilogy (the tent – the food – the dance)
The Tent
Adalah Fitria Kurniasih (FK) and our first lady, Arin dengan passion yang luar biasa mempersiapkan segala pernak-pernik yang dibutuhkan untuk mempercantik tenda Indonesia. Duo multitasker dengan managing skill dan event-organizing talent yang tidak diragukan lagi ini mampu bertahan sepanjang malam hingga fajar menyingsing (tanpa ditemani kokok ayam), bersatu bahu membahu menyingsingkan lengan baju menghasilkan kreasi yang mengagumkan – pernak pernik dekorasi, display dan instrument untuk lomba. Ditemani oleh duo jejaka penghuni 402, Brian dan Gugun, tak lupa pula penyebar semangat, Tsurroya dan kunjungan Merlita mampu mengalahkan segenap kelelahan yang tak henti-hentinya menghadang jalan. Class-project pun tak urung jadi kontribusi yang penting untuk menghidupkan atmosfer tenda Indonesia – Thanks to Merlita and her Flash project. The ball hadn’t finished rolling because the preparation had to be started earlier (like it or not). The preparation had been started from 10 am and nobody was thinking of even having a daydream or a wink of sleep, awesome!
The Food
Adalah pasukan Bodrex – Yuuuks, where there are excellent talents in cooking (expertise-nya tidak perlu dipertanyakan lagi) - Tsurroya, Mbak Lina, Mas Farid, Mbak Mila, Mbak Maru dan Irfan had blended in together, bahu membahu menyingsingkan lengan baju untuk mempersembahkan sebuah hidangan penuh warna nan istimewa: siomay with peanut sauce, accompanied by tofu, cabbage, egg, potato and hmm, honey bunny yummy…shrimp cracker alias kerupuk udang. You know what? Sambutan dari tamu-tamu yang datang pada malam itu beyond expectation. Antrian - ular naga panjangnya pun benar-benar membuat kewalahan tangan-tangan lincah para servers. Ssst,... ada yang confess lho kalau tangannya sampe gemetaran seperti resonansi petikan senar gitar. Frankly speaking, antrian Indonesian foodcourt-nya lebih panjaaaaang dan lamaaaaa dari foodcourt negara-negara tetangga. Bukan apa-apa, penulis pun sampai tidak mampu menembus antrian, alhasil akhirnya penulis pun lebih sukses line up di foodcourt milik negara-negara tetangga – Thailand, Vietnam, and Malaysia. Akhirnya ketahuan juga kalau penyebab antrian panjang foodcourt Indo itu antara lain karena ada yang nambah, waduh!
Ada bocoran (yang tidak serius lah tentunya) bahwa penyebab additional-portion demands ini tidak lain dan tidak bukan adalah kombinasi bulir-bulir keringat Mas Farid yang khabarnya bisa menciptakan DNA kegurihan yang tentunya gurih-gurih gimana gitu…. (pastinya enggak sengaja waktu jatuh ke adonan ya mas, eeuuw).
The Dance
Waduh! Kainku ketuker nih, musti cepet-cepet diganti karena kalo enggak, hokinya hilang! Well, itu masih sepenggal cerita pre-stagenya. Penggalan-penggalan lainnya antara lain termasuk ganti baju di ruangan yang notabene bukan buat ganti baju (untung engga ada yang intips yach), belum lagi nerveousness alias gemetaran luar-dalam, jauh-dekat (engga pake Rupiah) dan tak lupa pula, pasti selalu ada cerita barang jatuh dan atau terlepas. Saman Troopers generasi sebelumnya meninggalkan cerita sepatu lepas (hayooo siapa), Saman troopers generasi 2008-ers ini juga tak mau ketinggalan melepaskan sesuatu – kacamata (untung enggak pecah ya). Lebih heboh lagi, konon kabarnya sampai ada jari tangan yang tak sengaja menuju kearah mata one of the dancers waktu perform (nah lho). Pre-stage story ini ternyata merupakan resep sukses debut performance Saman Troopers generasi 2008-ers. Dua belas menit lebih audience terpaku dan terkagum-kagum, belum cukup sampai disitu saja, bahkan para toddlers pun tak mampu menahan gereget-nya untuk ikut mengucapkan komando “Hap” dari FK. Nah, Fitria Kurniasih alias FK ini ternyata mampu menyihir sang troopers dan the whole audience dengan alunan suara yang indah dan membahana. Fk pun mampu dengan lihainya melewati tingkat kesulitan menyanyi untuk tari Saman yang membutuhkan extreme speed-dynamic range – 15 km/jam sampai 100 km/jam (ini guesstimate aja loh) – above all, she is truly talented. Magnificent confession dari sang pendendang Saman adalah pada saat berdendang dengan speed 100 km/jam terasa mengalir seperti air – seolah bibir dan lidah bergerak dengan sendirinya tanpa komando, tanpa rasa haus (walaupun sebenarnya terasa juga hausnya setengah mati, ungkap sang pendendang). Yang tak kalah pentingnya, resep sukses dari debut ini adalah doa bersama sebelum dan sesudah perform, dengan diakhiri yel-yel “pasukan bodrex....yuuuuuks” sebagai penegasan setelah sama-sama saling meng-amin-i. Last but not least, entah mengapa setiap perpindahan segmen Saman, selalu diselingi dengan tepuk tangan yang membahana dari audience, sampai pada akhirnya, gemuruh riuh tepuk tangan-nya jadi serasa encore call.
The Second Trilogy (great event – great performance – great food) The impression
“Duh, siapa sih namanya ya yang pakai beskap itu? (kemungkinan expression word yang dimaksud adalah cakap dan gagah). Ya, bahkan Angela Presidik pun dengan penuh kebanggan memakai beskap tak ketinggalan dengan blangkon-nya yang sukses menarik perhatian dan curiosity dari E-12 (bukan begitu?). Nah, yang perlu ditanyakan adalah mengapa Kak Chozin tidak memakai pakaian kebesaran lengkap alias beskap dan hanya memakai blangkon saja (tapi bukan karena beskapnya dipinjam Angela, kan?). Tapi tetaplah, kebersahajaan Kak Chozin tak mudah terlepas begitu saja walau tanpa beskap lengkap.
So to speak, everybody was having a grandeur time. Jangan salah, sandiwara wayang kulit pun menghiasi panggung dengan ditemani pandangan takjub para toddlers and younger kids yang secara serentak mendekati panggung demi menikmati sajian cerita yang ditampilkan (Angela bahkan main musik untuk backsound-nya lho). Stage collaboration pun menjadi bagian yang tak terpisahkan dari rundown acara malam itu demi terciptanya suatu harmoni in the neighborhood. Adalah Tsuroyya, Brian, Arin, dan Gugun yang berkolaborasi dengan Fon, Genny, Christine, Jhon dan Matt dalam sebuah sandiwara yang melibatkan karakter princesses (dengan selendangnya), hunters (dengan stik tongkatnya), dan prince (dengan blangkon-nya – lagi). Melengkapi selayang pandang SEASA, Vietnam dan Thailand pun menghadirkan stage performance yang mampu melengkapi element South East Asia. Overall impression yang didapat pada malam itu adalah tak lain dan tak bukan, another trilogy: great event, great performance, great food.
Video Saman Dance oleh Winie:http://www.youtube.com/watch?v=S1CdbYqDpcUFoto-fot acara oleh Cuong Nguyen: http://www.flickr.com/photos/bond159/sets/72157604650807457/with/2430256056/